Mengapa pola pikir masyarakat India yang menimbun dan membuang sampah sembarangan merupakan sebuah masalah

Dawud

Mengapa pola pikir masyarakat India yang menimbun dan membuang sampah sembarangan merupakan sebuah masalah

Saat membeli T-shirt, Anda mungkin menganggapnya sekadar pakaian biasa—sesuatu yang akan Anda pakai beberapa kali, kemudian diteruskan atau dibuang. Tapi ibumu? Dia melihatnya secara berbeda.

Baginya, ini bukan sekedar T-shirt; itu adalah investasi. Pertama, dia akan bersikeras bahwa itu masih bagus seperti baru dan Anda harus memakainya beberapa kali lagi. Jika Anda enggan, dia akan melepaskannya dari tangan Anda, menggunakannya kembali menjadi kain lap, lalu perlahan-lahan mengubahnya menjadi kain lap lantai.

Jika Anda memiliki beberapa kaus yang harus dibuang, dia akan memberikannya kepada pembantu rumah tangga setelah mempertimbangkan dengan cermat semua cara agar kaus tersebut dapat digunakan kembali. Ini bukan hanya tentang T-shirt lama. Lain halnya dengan toples yang disertakan dengan produk kemasan atau kotak pesan-antar makanan yang kami terima.

Dalam rumah tangga di India, tidak ada ruang untuk estetika ketika harus menumpuk dan menyimpan; segala sesuatu memiliki kehidupan kedua, ketiga, atau bahkan keempat.

Jika Anda berpikir Anda lebih baik dari generasi sebelumnya, luangkan waktu sejenak untuk melihat hal-hal yang Anda pegang—produk riasan yang sudah kadaluwarsa, mantel musim dingin yang sudah bertahun-tahun tidak Anda pakai, barang-barang acak-acakan yang berantakan. laci Anda. Jujur saja: kekacauan dan penimbunan adalah masalah bagi kita semua, baik kita akui atau tidak.

Keterikatan pada barang lama

Dr Arti Anand, konsultan senior – psikolog klinis di Rumah Sakit Sir Ganga Ram, New Delhi, menceritakan India Hari Ini bahwa kita biasanya mengasosiasikan barang-barang lama dengan kenangan dan emosi, sehingga sulit bagi kita untuk berpisah dengannya.

Barang-barang ini juga berfungsi sebagai koneksi nyata ke masa lalu, membangkitkan kenangan nostalgia yang menjadi berharga bagi seseorang. Penelitian juga menunjukkan bahwa nostalgia memberikan rasa nyaman, hubungan sosial, dan kesinambungan.

Selain itu, Dr Sarthak Dave, seorang psikiater yang berbasis di Ahmedabad, mengatakan, “Selama 200 tahun, penjajah menguras kekayaan India dan membuat rakyatnya menderita kelaparan. Periode yang berkepanjangan ini sangat memengaruhi generasi, mengkondisikan mereka untuk bertahan hidup dengan sumber daya yang minim dan manfaatkan sebaik-baiknya apa yang tersedia. Itu sebabnya banyak dari kita diajari oleh orang tua kita untuk memeras sisa pasta gigi dari tabung atau menggunakan pensil sampai terlalu kecil untuk dipegang.”

Dokter menyebutkan bahwa sejarah ini juga menjelaskan mengapa banyak orang India berjuang melawan kecenderungan untuk menimbun—sulit melepaskan pakaian lama, toples kosong, atau bahkan makanan kadaluarsa.

Selalu ada harapan bahwa barang-barang yang tampaknya tidak berguna ini akan berguna suatu hari nanti.

“Pola pikir ini sering kali berasal dari hubungan yang mengakar dengan masa lalu, di mana kemiskinan dan kelangkaan sumber daya membentuk cara seseorang menilai harta benda. Bagi banyak orang, membuang barang terasa sia-sia, seolah-olah tidak menghargai perjuangan dan kesulitan yang dialami generasi sebelumnya,” ujarnya. mengatakan.

Kebiasaan menimbun mengungkapkan banyak hal

Secara psikologis, manusia memiliki kebutuhan bawaan akan kendali dan sering kali panik ketika segala sesuatunya terasa di luar kendali. Melepaskan barang-barang lama dapat membangkitkan perasaan kehilangan dan kecemasan akan perpisahan. Orang sering kali takut bahwa membuang barang-barang ini akan memutuskan hubungan dengan orang yang dicintai, kenangan, atau pengalaman.

Oleh karena itu, penimbunan menjadi mekanisme penanggulangan, menciptakan ilusi kendali pada saat krisis.

“Perilaku ini didorong oleh nilai emosional dan finansial yang melekat pada harta benda, ketakutan akan kehilangan yang tidak dapat dijelaskan, dan kecemasan akan membutuhkan sesuatu di masa depan namun tidak memilikinya, yang dapat menyebabkan penyesalan atau masalah besar,” jelas Dr Dave.

Dr Anand setuju, “Kebudayaan India menghargai kolektivisme dibandingkan individualisme. Memegang barang-barang lama dapat berfungsi sebagai sarana untuk menjaga ikatan keluarga dan hubungan sosial, karena barang-barang ini sering kali mewakili pengalaman dan sejarah bersama.”

Kekacauan dapat berdampak pada kesehatan mental Anda

Para ahli berpendapat bahwa barang-barang yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan kognitif, mengurangi kejelasan dan produktivitas, dan dapat membebani hubungan karena perbedaan pendapat mengenai pengaturan dan kebersihan.

Kekacauan juga dapat menyebabkan rasa malu, menyebabkan individu menarik diri dari pergaulan, dan dalam kasus ekstrem, meningkat menjadi gangguan penimbunan klinis (clinical hoarding disorder), suatu jenis gangguan kompulsif di mana individu kesulitan untuk berpisah bahkan dengan benda terkecil dan paling tidak berarti, seperti kotak korek api atau bungkus kosong.

Tidak hanya itu, paparan terus-menerus terhadap barang-barang yang berantakan dapat menciptakan lingkungan yang kacau, menyebabkan stres, dan juga menghambat fokus dan kreativitas.

Penimbunan dan kekacauan sering kali menciptakan siklus negatif dan terus berlanjut. Di satu sisi, sebagian pikiran melekat pada gagasan untuk memegang suatu benda, sementara bagian lain menyadari kurangnya kegunaannya dan mendesak kita untuk melepaskannya. Konflik internal ini tetap ada, apa pun keputusan yang diambil, meninggalkan rasa tidak nyaman yang berkepanjangan. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan kecemasan yang signifikan atau bahkan depresi.

Dr Anand menyebutkan bahwa kebiasaan menimbun dan berantakan dapat menjadi masalah jika mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan ketegangan emosional dan fisik. Meskipun menyimpan barang-barang berharga atau kenangan baik-baik saja, penimbunan yang berlebihan menyebabkan hilangnya ruang hidup, berkurangnya fungsionalitas, dan rasa disorganisasi secara keseluruhan. Hal ini juga dapat melanggengkan siklus ketergantungan emosional pada harta benda.

Sementara itu, Dr Dave juga menyatakan bahwa penimbunan dan kekacauan bisa menjadi masalah besar, terutama jika hal tersebut menyebabkan tantangan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, atau bahkan gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

“Pada intinya, perilaku ini sering kali berasal dari keterikatan emosional yang kuat terhadap harta benda atau ketakutan akan kelangkaan di masa depan. Hal ini menciptakan konflik internal yang terus-menerus—perjuangan antara keinginan untuk memegang barang dan menyadari kebutuhan untuk melepaskannya. Tarikan mental ini -perang dapat membuat individu merasa kewalahan dan terjebak,” tambahnya.

Hentikan kebiasaan itu

Langkah pertama dan terpenting dalam mengatasi kebiasaan ini adalah menyadari bahwa kebiasaan ini menciptakan tantangan yang signifikan, baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan orang-orang di sekitar mereka. Mengembangkan wawasan ini sangatlah penting, karena perubahan hanya dapat dimulai ketika seseorang menyadari adanya masalah dan dampaknya. Tanpa pemahaman ini, mereka tidak akan merasa termotivasi atau siap mengambil langkah menuju perbaikan.

  • Sangat penting untuk menyadari alasan mendasar untuk menyimpan barang, dan menetapkan batasan, seperti menerapkan aturan ‘satu masuk, satu keluar’.
  • Kiat-kiat membereskan, seperti memulai dari hal-hal kecil dan memilah barang-barang ke dalam kategori, memberikan kerangka kerja praktis untuk mengelola barang-barang yang berantakan.
  • Mekanisme penanggulangan, seperti perhatian, menyusun ulang pikiran, dan belas kasihan pada diri sendiri, membantu individu mengelola ketegangan emosional yang sering dikaitkan dengan keteraturan.
  • Selain itu, mengatasi aspek kesehatan mental—seperti kecemasan, depresi, atau trauma—melalui terapi atau konseling sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang. Teknik seperti membagi tugas menjadi langkah-langkah yang dapat dikelola, menetapkan rumah untuk barang-barang, dan meminta dukungan dari teman dan keluarga, dapat membuat prosesnya tidak terlalu membebani.

Namun, jika perilaku menimbun disertai atau telah meningkat menjadi gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD), bantuan profesional harus segera diambil. Ingatlah bahwa menghentikan kebiasaan ini membutuhkan kesabaran, introspeksi, dan terkadang bimbingan dari luar.