Menikah bahagia dengan dua anak dan selalu berlibur bersama keluarga?
Jika ini terdengar seperti cerita Anda? Kemudian teruslah membaca.
Anda mungkin pernah mendengar orang berkata, “Sangat menyenangkan ketika saya masih lajang, tetapi banyak hal telah berubah sekarang setelah saya menikah dan punya anak.”
Bagi banyak orang, ketika hubungan semakin erat atau keluarga bertumbuh, perawatan diri akan menjadi prioritas utama. Memprioritaskan kebutuhan dan kebahagiaan orang lain sering kali menjadi hal yang standar – bahkan jika itu berarti mengorbankan sesuatu yang pernah memberi Anda kebahagiaan yang luar biasa. Perjalanan solo seringkali menjadi salah satu korban pertama.
Masyarakat tidak membuatnya lebih mudah. Saat Anda menyebutkan bepergian sendirian setelah menikah atau setelah memiliki anak, alis terangkat dan komentar yang tidak diminta pun dimulai. “Bagaimana kamu bisa bersenang-senang sendirian?” atau “Tidakkah kamu merasa bersalah meninggalkan anak-anakmu?” Ini hanyalah beberapa pernyataan menghakimi yang dialami orang-orang.
Namun berhentilah sejenak dan pikirkan: Apakah Anda menahan diri karena ekspektasi masyarakat atau ketakutan akan bagaimana keluarga Anda bisa bertahan tanpa Anda? Jika iya, inilah saatnya Anda memerlukan beberapa perubahan.
Menekan gairah Anda – terutama sesuatu yang memuaskan seperti perjalanan solo – tidak ada gunanya. Mengabaikan apa yang Anda sukai hanya berdampak buruk pada kesejahteraan mental Anda, dan dalam jangka panjang, hal ini juga dapat memengaruhi hubungan Anda.
Mengapa penting untuk bepergian sendirian?
Tipikal rumah tangga India ketika seorang gadis bertanya secara acak kepada orang tuanya – bolehkah saya mengunjungi Goa bersama teman kuliah saya? Atau katakanlah dia bertanya – Saya akan melakukan perjalanan sendirian ke Himachal Pradesh. Bisakah Anda meminjamkan saya uang? Tanggapan klisenya adalah – shaadi ke baad jahaan jana hai jao, bukan sebelumnya!
Dan kemudian, setelah beberapa tahun, ketika gadis itu akhirnya menikah – dia mempunyai apa yang disebut sebagai “pasangan perjalanan tetap” seumur hidup. Jadi, kapan waktunya dia pergi dan menjelajahi dunia sendirian? Dibandingkan laki-laki, perempuanlah yang seringkali harus menyerah pada cita-cita dan hobinya. Namun, terlepas dari status hubungan, jenis kelamin, atau profesi Anda, setiap orang sebaiknya bepergian sendirian, dan para ahli sangat merekomendasikan hal ini.
Absy Sam, psikolog konseling dari Mumbai, menceritakan India Hari Inibahwa bepergian sendirian memungkinkan orang untuk mengeksplorasi preferensi, ketidaksukaan, tujuan, dan visi hidup mereka. Ini menumbuhkan rasa otonomi dan kebebasan yang penting untuk pertumbuhan pribadi.
“Dalam konteks India, di mana norma-norma masyarakat sering kali menekankan sistem kolektif ‘kita’, pernikahan atau hubungan sering kali diasosiasikan dengan rasa tanggung jawab. Oleh karena itu, perjalanan solo menjadi salah satu bentuk perawatan diri, membantu Anda memupuk individualitas Anda sambil tetap menjadi pasangan bagi orang lain,” tambahnya.
Ruchi Ruuh, seorang konselor hubungan yang berbasis di Delhi, mengatakan bahwa dalam suatu hubungan, perjalanan solo membantu menjaga rasa percaya diri yang seringkali penting untuk dinamika yang sehat.
“Hubungan yang sehat dibangun di atas konsep yang disebut diferensiasi, yang berarti Anda merayakan menjadi individu sekaligus menjadi pasangan. Dengan perjalanan solo, orang dapat merasakan dan memahami kepribadian mereka dengan lebih baik,” ujarnya.
Meningkatkan kesehatan mental
Perjalanan solo dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi kesehatan mental. Ini menghilangkan kemonotonan, mengurangi stres, dan menumbuhkan perspektif baru. Absy Sam menyebutkan bagaimana perempuan India, khususnya, dapat merasa diberdayakan melalui perjalanan solo, mendapatkan kembali kebebasan dalam hidup mereka.
“Ini tentang kemandirian dan kemandirian, memberikan perempuan rasa pemberdayaan,” katanya.
Memperkuat kepercayaan dan ruang
Melakukan perjalanan solo bukan berarti menjauhkan diri dari pasangan; itu memperkuat kepercayaan. “Perjalanan solo menantang pasangan untuk menghormati kebutuhan otonomi satu sama lain sekaligus menciptakan keamanan dalam hubungan,” kata Ruuh.
Sam menambahkan bahwa hal ini memupuk “waktu saya”, mendorong ruang emosional yang sehat. Saling memahami batasan pribadi ini memperkuat kemitraan.
Namun, tidak semua pasangan merasa nyaman dengan ide solo travelling. Sam menyarankan komunikasi terbuka, menjelaskan tujuan perjalanan dan manfaatnya.
“Beberapa pasangan mungkin menolak karena rasa tidak aman atau takut kehilangan kendali. Atasi kekhawatiran ini dengan empati dan kejelasan,” sarannya. Pendekatan ini membantu menjaga pemahaman dan kepercayaan.
Solo travelling bersama anak di rumah
Memiliki anak bukan berarti Anda harus berhenti melakukan perjalanan solo. Ruuh merekomendasikan untuk melibatkan keluarga atau menyewa bantuan selama Anda tidak ada dan memulai dengan perjalanan yang lebih pendek dan terdekat. Sam percaya bahwa solo traveling memberikan contoh bagi anak-anak tentang pentingnya perawatan diri. “Orang tua yang meluangkan waktu untuk diri mereka sendiri akan kembali dengan segar dan lebih siap untuk menangani tanggung jawab keluarga,” katanya.
Kiat praktis untuk menyeimbangkan perjalanan solo dan berpasangan
Menyeimbangkan perjalanan solo dan liburan berpasangan membutuhkan perencanaan yang matang. Ruuh dan Sam berbagi tips berikut:
Rencanakan sebelumnya: Alternatif perjalanan solo dengan liburan berpasangan.
Diskusikan keuangan: Anggaran dengan hati-hati untuk mengakomodasi keduanya.
Tetap terhubung: Bagikan pembaruan melalui gambar atau panggilan.
Berkomunikasi dengan jelas: Tetapkan ekspektasi tentang frekuensi dan tujuan perjalanan.