Ketika kita mengatakan “ikatan trauma”—apa yang terlintas dalam pikiran? Banyak yang mungkin berasumsi bahwa ini adalah hubungan yang terbentuk melalui trauma yang dialami bersama, namun hal ini lebih kompleks—dan jauh lebih beracun—daripada yang terlihat pada awalnya.
Ikatan trauma bukan sekadar kata kunci; ini adalah fenomena psikologis yang menjebak individu dalam hubungan yang berbahaya melalui siklus pelecehan dan kasih sayang.
Apa itu ikatan trauma?
Menurut Ruchi Ruuh, seorang konselor hubungan yang berbasis di Delhi, ikatan trauma terjadi ketika pelaku kekerasan menciptakan siklus manipulasi dengan bergantian antara perilaku kasar dan sikap penuh kasih sayang. Pola tak terduga ini membuat korbannya bergantung secara emosional, mengacaukan cinta dengan kendali dan bahaya.
“Pelaku bergantian antara perilaku merugikan (pelecehan, manipulasi) dan perilaku positif (kasih sayang, permintaan maaf), sehingga menimbulkan kebingungan dan ketergantungan pada korban. Siklus ini membuat hubungan terasa tidak dapat diprediksi namun sulit untuk ditinggalkan, karena momen ‘kebaikan’ dapat menciptakan ‘pengingatan euforia’ atas semua kenangan indah,” kata Ruuh.
Pakar hubungan Shahzeen Shivdasani menambahkan bahwa ikatan trauma bukan tentang trauma masa lalu yang dialami bersama, tetapi tetap berada dalam hubungan beracun di mana pelecehan emosional diikuti oleh periode kebaikan. Pola ini menumbuhkan ketergantungan, membuat korban terpikat secara emosional.
Ekta Khurana, psikolog dan terapis lain yang tinggal di Delhi menyebutkan bahwa terkadang korban benar-benar sadar bahwa orang yang menunjukkan perilaku tersebut beracun, namun mereka tidak dapat melepaskan diri dari hubungan tersebut.
Bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan mental?
Dampak psikologis dari ikatan trauma sangat parah. Ruuh menjelaskan bahwa pasang surut yang terus-menerus dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan bahkan PTSD. Para korban sering kali menginternalisasi rasa bersalah, merasa rendah diri, dan secara keliru percaya bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas pelecehan tersebut.
Ia juga menyebutkan bahwa salah satu kelemahan dari pembentukan ikatan semacam ini adalah bahwa persetujuan pelaku menjadi sumber nilai dan keamanan korban, sehingga menciptakan ketergantungan yang tidak sehat. Hal ini menciptakan ketergantungan yang unik pada pelaku dan korban yang tinggal terlalu lama untuk mencoba memahami hubungan ini.
Bagaimana ikatan trauma berkembang?
Shivdasani mengaitkan perkembangan ikatan trauma dengan penguatan yang terputus-putus, yaitu periode kasih sayang yang mengikuti episode pelecehan. Korban mencoba merasionalisasikan perilaku pasangannya yang tidak menentu, berharap adanya perubahan jangka panjang, yang jarang terjadi.
Selain itu, orang dengan gaya keterikatan yang tidak aman atau trauma masa kecil yang belum terselesaikan lebih rentan terjerumus ke dalam siklus beracun tersebut, kata Ruuh.
“Seiring waktu, siklus ketegangan-penyalahgunaan-rekonsiliasi menjadi normal, sehingga semakin sulit untuk mengenali dampak buruknya. Pelaku kekerasan sering kali mengisolasi korbannya dari sistem pendukungnya seperti keluarga dan teman, sehingga menjadikan hubungan yang penuh kekerasan sebagai satu-satunya pelampiasan emosional para korban,” sebut Ruuh.
Membebaskan diri dan menyembuhkan
Ekta Khurana menguraikan langkah-langkah penting untuk membebaskan diri:
- Kesadaran: Sadarilah bahwa hubungan tersebut beracun dan dibangun di atas manipulasi.
- Mencari dukungan: Bicaralah dengan teman tepercaya, bergabunglah dengan kelompok dukungan, atau cari terapi.
- Pola dokumen: Buatlah jurnal tentang insiden pelecehan untuk memerangi gaslighting.
- Tetapkan batasan: Tetapkan jarak fisik dan emosional dari pelaku kekerasan.
- Membangun kembali harga diri: Berinvestasi dalam perawatan diri, hobi, dan hubungan sosial yang sehat.
- Bantuan terapeutik: Pertimbangkan terapi seperti CBT atau EMDR untuk trauma yang mengakar.
Tanda bahaya yang harus diperhatikan
Shahzeen Shivdasani menyoroti tanda-tanda peringatan ikatan trauma:
- Hubungan tersebut berganti-ganti antara kasih sayang yang intens dan penganiayaan.
- Pelaku membenarkan perilaku berbahaya sebagai ‘demi kebaikan Anda sendiri’.
- Anda merasa terisolasi dari teman dan keluarga.
- Mengakhiri hubungan memicu kecemasan atau rasa bersalah.
Kesalahpahaman tentang ikatan trauma
Bertentangan dengan kepercayaan umum, ikatan trauma tidak bersifat timbal balik atau terbatas pada hubungan romantis. Hal ini dapat terjadi dalam persahabatan, tempat kerja, dan dinamika keluarga di mana terdapat ketidakseimbangan kekuasaan. Jadi, hati-hati!